Jumat, 16 Oktober 2009

kaleidoskop

Jalan tiga tahun aku di sini
cukup merasakan dahsyatnya "medan" yang kupilih
dimulai dengan "kesalahterlibatan" dengan anak kiri dan "kesalahterlibatan" lainnya, masalah "pesta rakyat" fakultas yang cukup membuatku mual akan politik, "goncangan dahsyat" saat hendak menyandang amanah baru -- suatu perasaan yang tak pantas, 2 minggu "tanpa-rasa" dan mosaik2 di baliknya, "kehampa-tanpa-dayaan" yang membuatku benar-benar ingin "lepas" dari sana, masalah "birokrat-keilmuan" yang masih menjengkelkan hingga membuat enggan maju di medan itu lagi, masalah "kesetiaan-pengkhianatan" yang menjadi teguran besar dari Allah, yang hingga kini begitu memberkas, hingga ujian untuk hati yang hingga kini masih menjadi tanda tanya dan "satu-takdir" yang tak kan lepas dari hidupku selamanya.

Ya, aku memang orang biasa yang senantiasa belajar tentang makna hidup. aku hanyalah salah satu manusia yang membaca dunia dengan kacamatanya sendiri. tentang kebenaran dan kebaikan di tengah warna-warna yang ditawarkan dunia dengan madu dan racunnya masing-masing. kupilih satu lalu kuteguk manis-pahitnya, kurasakan bersatunya dalam tubuhku yang senantiasa berjuang mempertahankan apa yang disebut "idealisme".

Kini, dengan tertatih, menyeret langkah yang sudah mulai "ringan" tak berjejak. ia seakan kehilangan pijakan tuk beradu dengan racun yang kian pahit. ia mengais-ais apa pun untuk dijadikan madu-manisnya. kucipta sendiri atas IzinNya. namun, memang kobaran itu tak lagi sama. kurasakan poros itu kian usang, berkarat padahal roda itu berputar kian cepat di tengah perjalanan yang masih belum terlihat ujungnya. larutan manis itu pun semakin sulit kuracik, semakin tak tentu rasanya.

Kepercayaan. satu kata yang kini tengah kucerna maknanya. sesuatu yang bukan dipinta adanya tetapi diserahkan dengan ikhlas. yang selama ini kurenggut paksa dari mereka hingga akhirnya pergi dari diriku sendiri. apa lagi yang kupunya? lebih baik belajar memberikannya daripada selalu mempertanyakan jatahnya bagiku. berikan semuanya sebanyak yang bisa kau berikan kepada mereka. orang-orang yang seharusnya kau cinta. agar Allah jadikan ia nyata. agar Allah Ridho.

Kini ku tertatih berjalan, berusaha lepas dari pengasihanan terhadap diri sendiri. berjalan walau tak memijak. selama ku berada di barisan yang benar, biarlah seperti ini dulu. biarlah arus membawaku hingga saatnya terjun dalam deras, bermuara dan menguap kembali. bagai siklus.

Senyum. rindu akan kedamaian dan kekuatannya, yang kini sulit sekali kusunggingkan dari hati. bahkan sudah mulai bosan meracik. ah tidak, aku kan tetap bertahan. ada. masih ada. ramuan baru. rasa baru. sedikit memberi warna pada kanvas yang men-coklat karena terlalu banyak warna yang tersapu sembarangan di sana. memanfaatkan celah-celah yang masih putih tuk kulukiskan warna baru yang semoga Allah memberikan rasa manis dengannya.

Tak paham lagi hendak menggoreskan apa. Ya Rabb, ajari aku artinya...


_yangrinduakankehakikian_

Tidak ada komentar:

Posting Komentar